Tidak Salah Pilih

teradesa.com. Jangan berlebihan, baik dalam beribadah (tajrid) atau dalam bekerja (kasab). Masing-masing orang harus dapat mengukur dan menempatkan diri pada posisi yang sudah tentukan oleh Tuhan. Beribadah terus menerus dengan meninggalkan posisi diri sebagai hamba yang harus bekerja merupakan nafsu syahwat halus. Begitu pula sebaliknya, bekerja sampai melupakan ibadah merupakan sikap menurun dari semangat yang tinggi penghamba.

Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat komplek. Jasmani-pun kompleks, apalagi ruhani. Disisi lain, Tuhan mewajibkan manusia menyeimbangkan antara bekerja dan ibadah. Kewajiban ini tentu memiliki hikmah. Karena sesungguhnya tidak ada regulasi Tuhan yang tidak memiliki hikmah. Istirahat, tidur, mandi, berwudlu, sholat, membaca al-Qur’an, berdzikir merupakan cara Tuhan, agar jasmani dan ruhani manusia terjaga kesehatannya.

Bekerja tanpa istirahat dapat menyebabkan sakit. Bekerja tanpa tidur menyebabkan lelah. Bekerja tanpa mandi menyebabkan tubuh terlihat letih. Bekerja tanpa mengingat Tuhan menyebabkan seseorang terbawa arus pikiran yang ngongso-ngongso. Ujung-ujungnya lelah, dan berakhir dengan sakit pula. Bekerja terus menerus menyebabkan pikiran seseorang semakin mendewakan dunia. Menyimpang dari tujuan utama dijadikan manusia—untuk beribadah.

Pikiran manusia dapat berjalan melebihi kecepatan cahaya. Itulah hebatnya ciptaan Tuhan. Jika pikiran terus menerus dimasuki harapan, keinginan dan nafsu keduniawian, maka akan membawamu secepat kilat melesat. Akibatnya seluruh potensi; jasmani-ruhani, modal sosial, modal finansial lainnya yang dimiliki dikerahkan untuk mensupport agar tujuan duniawi tercapai. Tidak akan pernah puas, karena sejatinya tujuan duniawi itu bersifat fatamorgana dalam bentuk oase.

Pikiran yang selalu tertuju pada kesempurnaan keduniawian ibaratnya seperti orang yang dahaga meminum air asin. Semakin diminum, dan menemukan nikmat didalamnya, maka semakin ingin meminum lebih banyak lagi, tidak pernah menemukan kepuasaan. Dalam sebuah hadis Nabi saw diceritakan seseorang yang memiliki emas segunung, maka dia ingin memiliki dua gunung. Begitulah, duniawi. Oleh karenanya, keinginan duniawi harus kendalikan.

Cara pengendalian keinginan duniawi adalah dengan memperbanyak ibadah. Atau setidaknya mendisplinkan dan istiqomah dalam ibadah. Sholat, dzikir, membaca dan memahami al-Qur’an, berkumpul dengan orang-orang shaleh. Semuanya merupakan model yang ditawarkan Tuhan, agar manusia tidak terbawa arus yang dapat melelahkan jasmani dan ruhaninya. Fokus mendekati Tuhan, justru akan dapat menenangkan jiwa dan pikiran—bermuara pada kebahagiaan sejati.

Islam mengajarkan agar kedunya: dunia-akhirat diusahakan secara seimbang. Karena hakikat setiap individu manusia diciptakan dalam bentuk potensial. Dia akan menjadi sempurna, jika terpenuhi kebutuhan jasmani-ruhani secara seimbang. Maka, tugas manusia di dunia ini adalah menyempurnaan potensi itu, dengan beribadah dan bekerja secara seimbang, begitulah kesejatian penghamba.

Sebagai seorang yang beriman, seseorang haruslah berusaha menyempurnakan imannya dengan memikirkan tentang ayat-ayat Tuhan (kauniyah & qouliyah) dan beribadah. Seseorang juga harus tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah (menghamba) kepada Tuhan, sesuai tuntutan al-Qur’an dan al-Hadis. Tidak ada ayat atau hadis membolehkan seseorang berlebihan dalam beribadah atau bekerja.

Tetapi setelah ada semangat dalam beribadah. Kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu ibadah adalah bekerja (kasab). Lalu berkeinginan untuk lepaskan diri dari bekerja (kasab) dan hanya ingin melulu ibadah. Keinginan seperti ini termasuk nafsu yang halus. Kewajiban penghamba adalah menyerahkan dirinya kepada apa yang telah dipilihkan oleh Tuhannya.

Penghamba juga perlu memahami, apakah dirinya termasuk golongan orang yang harus berusaha (kasab) atau golongan orang yang tidak berusaha (tajrid). Salah satu tanda golongan kasab adalah apabila ia terasa ringan dalam bekerja, sehingga tidak menyebabkan lalai dalam beribadah. Dan, juga tidak menyebabkan diri menjadi tamak (rakus) terhadap milik orang lain.

Dan, tanda bahwa Tuhan menundukkan kita sebagai golongan hamba yang tidak perlu berusaha (tajrid). Apabila Tuhan memudahkan kita terhadap kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan. Karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan. Dan, tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban. Cak Nur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top