Penderitaan dan Pengorbanan

teradesa.com. Pernyataan Paul Recoeur yang paling terkenal, yang menjadi dasar prinsip hermeneutika adalah kamu harus mengerti untuk percaya, tetapi kamu juga harus percaya untuk mengerti (you must understand in order to believe, but you must believe in order to understand). Untuk sampai kepada suatu kepercayaan, baik terhadap Tuhan, seseorang atau apapun itu, terlebih dahulu dibutuhkan suatu pengetahuan dan pemahaman tentang suatu obyek kepercayaannya. Kepercayaan terhadap sesuatu obyek selalu seharusnya diawali dengan pengetahuan tentangnya. Ini, adalah wajar. Jika sebaliknya, ya tidak wajar.

Kita tidak mungkin percaya kepada Tuhan, jika tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat Tuhan. Memeluk suatu agama selalu diawali dari pengetahuan tentang agama tersebut. Hanya beragama karena faktor keturunan, yang dikecualikan. Meskipun begitu, seseorang tetap dituntut untuk terus dan selalu belajar tentang agamanya. Iman terhadap Tuhan merupakan aspek paling dasar dalam beragama. Karena keimanan tersebut, hilanglah suatu keraguan. Keraguan muncul disebabkan tidak memilikinya pengetahuan tentang suatu obyek. Dengan demikian, lahirnya suatu keyakinan/kepercayaan disebabkan oleh pengetahuan tentangnya.

Beragama itu rasional. Jadi tidak benar, jika ada yang berpendapat bahwa agama atau beragama itu tidak rasional. Atau, juga dapat dikatakan beragama atau tidak beragama adalah sama-sama rasional. Karena ia adalah pilihan. Dan, setiap pilihan selalu diawali dengan berfikir, mencari alasan (argumentasi), dan dasar bertindak. Dengan demikian dapat dipahami, kita tidak mungkin percaya bahwa tindakan yang akan kita lakukan adalah suatu kebenaran, jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang suatu tindakan tersebut.

Bagi orang Islam, iman adalah konsep terkoneksinya akal terhadap sesuatu yang membuatnya memperoleh ketetapan hati untuk menyatakannya benar. Atau, iman adalah pernyataan seseorang bahwasanya sesuatu itu benar. Disaat seseorang mengucapakan persaksian bahwa Tuhan adalah Allah swt, dan Muhammad saw adalah utusan Allah swt, maka berarti ia telah mengerti dan pahamam tentang pernyataannya itu. Karena ia mengerti dan paham, maka ia memiliki keyakinan. Dan, keyakinan atau kepercayaan itulah yang menyebabkan hilangnya suatu keraguan, baik pada aspek pemikiran, sikap, dan tindakannya.

Hal menarik lainnya, yang juga perlu kita renungkan bahwa salah satu keadaan diri yang sering membuat seseorang ragu akan kebenarannya adalah derita di hadapan Tuhan, dan tindakan yang kerap meragukan adalah pengorbanan. Konsep derita dan pengorbanan ini-pun sebenarnya masih debatable. Misalnya, jika saya mencintai seseorang nan jauh, bahkan untuk sampai desanya harus melewati gunung, dan laut. Saya tidak merasa menderita atau berkorban untuk mendapatkannya. Begitu pula sebaliknya. Jadi kuncinya adalah mencintai, maka penderitaan dan pengorban hakikatnya adalah menyenangkan.

Ambil contoh kehidupan orang-orang di kalangan sufi, yang mengambil jalur penderitaan (konsepsi kita, orang luar); Bayazid al-Bustami, Rabi’ah al-Adawiyah, Junaid  al-Baghdadi, Abdul Qodir al-Jailani, Abu Hamid al-Ghazali, dan lain-lain. Atau kalangan sufi lainnya yang mengambil jalan pengorbanan, misalnya Pangeran Diponegoro, Syekh Yusuf al-Makkasari, dan lain-lain. Penderitaan dan pengorbanan adalah jalan berliku yang menyenangkan bagi kalangan pencinta Tuhan. Tindakanya didasari oleh kepercayaan dan kecintaan terhadap Tuhan, karena mereka sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman sampai pada tahap hakkul yakin.

Dua ajaran ini; penderitaan dan pengorbanan dihadapan kekasihnya, dalam konsepsi Islam merupakan cara menguji kepercayaan/keyakinan. Allah swt, dalam QS. al-Ankabut/29: 2-3 berfirman bahwa tiap-tiap klaim keimanan harus dilalui dengan ujian demi ujian dari Tuhan. Ujian dalam kehidupan adalah tangga untuk mencapai derajat kualitas keimanan tertentu. Semua Nabi-Nabi Allah swt pernah mengalami ujian penderitaan dan pengorbanan. Jika kita membaca sejarah Islam atau ayat-ayat al-Qur’an tentang cerita Nabi-Nabi, maka akan ditemukan dua konsep ini menjadi bagian penting perjalanan kenabiannya.

Aspek ujian terhadap pengakuan keimanan merupakan aspek penting dalam proses penerjemahan dua konsep di atas. Islam mengajarkan bahwa ujian besar dalam kehidupan seseorang (muslim) adalah melawan kejahatan, keterjatuhan dan lain-lain akibat godaan Syetan. Dalam konsep Paul Recoeur, terdapat tiga simbol kejahatan yang secara simbolik diungkapkan dalam bahasa, yaitu; penodaan (defilement), dosa (sin), dan kebersalahan (guilt). Tiga inilah yang perlu diwaspadai, karena dapat menghilangkan kesucian manusia yang semula diciptakan Tuhan dalam kondisi suci (fitrah). Semoga, Tuhan selalu menjaga kefitrahan kita semua, amin yra.

Penulis: Cak Nur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top